DARAM NEWS

Berita Utama

Peristiwa

Showbiz

Ad Placement

Foto

Video

Rabu, 09 April 2025

Basril Basyar Geram: Open House Gubernur Sumbar Diduga Diskriminatif Terhadap Jurnalis



PADANG – 9 APRIL 2025 - Idul Fitri 1446 H, yang seharusnya menjadi lembaran baru penuh ampunan dan kehangatan silaturahmi, diwarnai sebuah kisah yang menyayat hati di Kota Padang. Di hari yang fitri, ketika pintu-pintu rumah lazimnya terbuka lebar menyambut kedatangan sanak saudara dan handai taulan, gerbang Rumah Dinas Gubernur Sumatera Barat justru menjadi saksi kekecewaan mendalam.


Selasa pagi, 1 April 2025, mentari Lebaran yang bersinar cerah seolah meredup di balik tembok kekecewaan para jurnalis dan warga Kota Padang. Niat tulus mereka untuk bertatap muka, bersalaman, dan menjalin keakraban dengan pemimpin mereka, Gubernur H. Mahyeldi Ansharullah, kandas di hadapan barikade petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kisah pilu ini diungkapkan dengan nada getir oleh Fal Sanar, seorang jurnalis yang sehari-hari bertugas di ibu kota provinsi ini.


Harapan untuk mengabadikan momen kebersamaan dan membangun kedekatan antara pemimpin dan rakyat, sirna begitu saja di depan penghalang yang tak terduga. Alasan "pembatasan tamu atas instruksi atasan" bagai petir di siang bolong, terasa begitu sumbang di telinga mereka yang datang dengan hati bersih dan niat baik. Ironi semakin mencubit kalbu ketika sebagian rekan sejawat jurnalis lainnya, diduga karena memiliki akses khusus, tampak leluasa melenggang masuk, meninggalkan tanya besar tentang keadilan di hari yang suci ini.


"Sungguh menyakitkan," ujar Fal Sanar dengan nada lirih, diamini oleh Dodi Indra, rekan jurnalis lainnya yang turut menyaksikan langsung kejadian tersebut. Dodi bahkan melihat seorang ibu yang menggendong bayi mungil berusia dua minggu, dengan polosnya datang untuk bersilaturahmi, harus menerima penolakan dengan alasan yang sama: pembatasan. Pemandangan ini tentu saja menambah pilu suasana Lebaran yang seharusnya penuh suka cita.


Dengan suara bergetar menahan tangis dan harga diri, ibu itu berseru lirih, "Saya datang ke istana karena tiap tahun biasanya ada open house "rumah terbuka" untuk masyarakat umum. Saya bukan pengemis dan bukan minta-minta, Pak. Saya hanya ingin bertemu dengan Pak Gubernur." Kata-katanya menggantung di udara, saksi atas pintu yang tetap tertutup rapat baginya, ungkap Dodi. 


Di tengah riak kekecewaan yang mulai menyebar di kalangan awak media dan masyarakat, suara lantang namun penuh keprihatinan datang dari tokoh pers senior Sumatera Barat, Dr. Ir. H. Basril Basyar, MM. Sosok yang dikenal dengan dedikasinya terhadap dunia jurnalistik dan merupakan penerima penghargaan Pers Card Number One serta Ketua Dewan Pembina Kolaborasi Jurnalis Indonesia (KJI) ini, tak mampu menyembunyikan kegeramannya atas insiden yang mencoreng citra keterbukaan.


"Sungguh keterlaluan!" tegas Basril Basyar dengan nada suara bergetar menahan kekecewaan. "Memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan pelarangan terhadap jurnalis maupun masyarakat yang hendak berkunjung dan bersilaturahmi dengan Gubernur di hari Fitri ini adalah tindakan yang sangat melukai."


Bagi Basril Basyar, insiden ini bukan sekadar persoalan diperbolehkan atau tidak diperbolehkan masuk ke rumah dinas. Lebih dari itu, kejadian ini adalah cerminan yang menyedihkan tentang bagaimana posisi pers dan masyarakat dipandang oleh seorang pemimpin. "Tindakan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa Gubernur Sumbar tidak menganggap jurnalis sebagai mitra strategis yang memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik," ungkapnya dengan nada prihatin yang mendalam.


Ia sangat menyayangkan momentum Idul Fitri yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempererat hubungan yang harmonis antara pemerintah dan pers, justru ternodai oleh kebijakan yang menciptakan sekat dan jarak. "Di hari yang fitri ini, alih-alih mempererat tali silaturahmi yang sudah terjalin, justru tercipta jurang pemisah yang seharusnya tidak perlu ada," imbuhnya dengan nada kecewa.


Lebih jauh, Basril Basyar mengingatkan kembali betapa fundamentalnya peran media dan jurnalis dalam sebuah negara hukum dan demokratis. Mereka adalah pilar penting yang berfungsi sebagai penyambung lidah masyarakat dan pengawas jalannya pemerintahan. Mereka bukanlah tamu tak diundang yang kehadirannya bisa dibatasi sesuka hati, terlebih dalam acara yang bersifat publik seperti open house seorang kepala daerah.


Kontras yang begitu mencolok terlihat pada open house yang diselenggarakan oleh Ketua DPRD Sumbar, H. Muhidi. Di sana, pintu rumah terbuka lebar-lebar, menyambut setiap tamu yang datang dengan senyum hangat dan keramahan yang tulus. Kehangatan dan keterbukaan yang terasa nyata di sana semakin mempertajam luka kekecewaan yang dirasakan oleh para jurnalis dan warga di Rumah Dinas Gubernur.


Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Pimpinan Pemprov Sumbar, Mursalim, yang membantah adanya pembatasan tamu. Namun, bagi Basril Basyar dan mereka yang merasakan langsung penghadangan di gerbang rumah dinas, sanggahan tersebut terasa sulit diterima dan justru semakin mengaburkan esensi permasalahan yang sebenarnya: hilangnya esensi keterbukaan dan kemitraan yang seharusnya dijunjung tinggi.


Karena itu, Basril Basyar tak hanya berhenti pada kecaman yang terasa pedih. Ia menaruh harapan besar agar insiden yang melukai hati ini tidak dianggap sebagai angin lalu dan segera mendapatkan perhatian yang serius. "Saya sangat berharap agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penghalangan jurnalis dan masyarakat di acara open house Gubernur dapat ditindaklanjuti secara maksimal," ujarnya dengan nada penuh harap.


Lebih dari sekadar mencari siapa yang bersalah, kejadian ini adalah seruan mendalam agar kehormatan profesi jurnalis dijaga dengan baik dan fungsi media sebagai mitra strategis pemerintah benar-benar dihayati dan diamalkan dalam tindakan nyata, bukan hanya sekadar retorika belaka. "Peristiwa penghalangan seperti ini tidak boleh terulang kembali, baik terhadap jurnalis maupun oleh siapa pun, karena ini adalah hak masyarakat untuk bersilaturahmi dengan pemimpinnya," pungkas Basril Basyar, menyampaikan sebuah harapan tulus agar pintu silaturahmi, terutama di hari suci Lebaran, tidak lagi tertutup oleh kebijakan yang melukai hati dan rasa keadilan. **



PADANG – 9 APRIL 2025 - Idul Fitri 1446 H, yang seharusnya menjadi lembaran baru penuh ampunan dan kehangatan silaturahmi, diwarnai sebuah kisah yang menyayat hati di Kota Padang. Di hari yang fitri, ketika pintu-pintu rumah lazimnya terbuka lebar menyambut kedatangan sanak saudara dan handai taulan, gerbang Rumah Dinas Gubernur Sumatera Barat justru menjadi saksi kekecewaan mendalam.


Selasa pagi, 1 April 2025, mentari Lebaran yang bersinar cerah seolah meredup di balik tembok kekecewaan para jurnalis dan warga Kota Padang. Niat tulus mereka untuk bertatap muka, bersalaman, dan menjalin keakraban dengan pemimpin mereka, Gubernur H. Mahyeldi Ansharullah, kandas di hadapan barikade petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kisah pilu ini diungkapkan dengan nada getir oleh Fal Sanar, seorang jurnalis yang sehari-hari bertugas di ibu kota provinsi ini.


Harapan untuk mengabadikan momen kebersamaan dan membangun kedekatan antara pemimpin dan rakyat, sirna begitu saja di depan penghalang yang tak terduga. Alasan "pembatasan tamu atas instruksi atasan" bagai petir di siang bolong, terasa begitu sumbang di telinga mereka yang datang dengan hati bersih dan niat baik. Ironi semakin mencubit kalbu ketika sebagian rekan sejawat jurnalis lainnya, diduga karena memiliki akses khusus, tampak leluasa melenggang masuk, meninggalkan tanya besar tentang keadilan di hari yang suci ini.


"Sungguh menyakitkan," ujar Fal Sanar dengan nada lirih, diamini oleh Dodi Indra, rekan jurnalis lainnya yang turut menyaksikan langsung kejadian tersebut. Dodi bahkan melihat seorang ibu yang menggendong bayi mungil berusia dua minggu, dengan polosnya datang untuk bersilaturahmi, harus menerima penolakan dengan alasan yang sama: pembatasan. Pemandangan ini tentu saja menambah pilu suasana Lebaran yang seharusnya penuh suka cita.


Dengan suara bergetar menahan tangis dan harga diri, ibu itu berseru lirih, "Saya datang ke istana karena tiap tahun biasanya ada open house "rumah terbuka" untuk masyarakat umum. Saya bukan pengemis dan bukan minta-minta, Pak. Saya hanya ingin bertemu dengan Pak Gubernur." Kata-katanya menggantung di udara, saksi atas pintu yang tetap tertutup rapat baginya, ungkap Dodi. 


Di tengah riak kekecewaan yang mulai menyebar di kalangan awak media dan masyarakat, suara lantang namun penuh keprihatinan datang dari tokoh pers senior Sumatera Barat, Dr. Ir. H. Basril Basyar, MM. Sosok yang dikenal dengan dedikasinya terhadap dunia jurnalistik dan merupakan penerima penghargaan Pers Card Number One serta Ketua Dewan Pembina Kolaborasi Jurnalis Indonesia (KJI) ini, tak mampu menyembunyikan kegeramannya atas insiden yang mencoreng citra keterbukaan.


"Sungguh keterlaluan!" tegas Basril Basyar dengan nada suara bergetar menahan kekecewaan. "Memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan pelarangan terhadap jurnalis maupun masyarakat yang hendak berkunjung dan bersilaturahmi dengan Gubernur di hari Fitri ini adalah tindakan yang sangat melukai."


Bagi Basril Basyar, insiden ini bukan sekadar persoalan diperbolehkan atau tidak diperbolehkan masuk ke rumah dinas. Lebih dari itu, kejadian ini adalah cerminan yang menyedihkan tentang bagaimana posisi pers dan masyarakat dipandang oleh seorang pemimpin. "Tindakan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa Gubernur Sumbar tidak menganggap jurnalis sebagai mitra strategis yang memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik," ungkapnya dengan nada prihatin yang mendalam.


Ia sangat menyayangkan momentum Idul Fitri yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempererat hubungan yang harmonis antara pemerintah dan pers, justru ternodai oleh kebijakan yang menciptakan sekat dan jarak. "Di hari yang fitri ini, alih-alih mempererat tali silaturahmi yang sudah terjalin, justru tercipta jurang pemisah yang seharusnya tidak perlu ada," imbuhnya dengan nada kecewa.


Lebih jauh, Basril Basyar mengingatkan kembali betapa fundamentalnya peran media dan jurnalis dalam sebuah negara hukum dan demokratis. Mereka adalah pilar penting yang berfungsi sebagai penyambung lidah masyarakat dan pengawas jalannya pemerintahan. Mereka bukanlah tamu tak diundang yang kehadirannya bisa dibatasi sesuka hati, terlebih dalam acara yang bersifat publik seperti open house seorang kepala daerah.


Kontras yang begitu mencolok terlihat pada open house yang diselenggarakan oleh Ketua DPRD Sumbar, H. Muhidi. Di sana, pintu rumah terbuka lebar-lebar, menyambut setiap tamu yang datang dengan senyum hangat dan keramahan yang tulus. Kehangatan dan keterbukaan yang terasa nyata di sana semakin mempertajam luka kekecewaan yang dirasakan oleh para jurnalis dan warga di Rumah Dinas Gubernur.


Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Pimpinan Pemprov Sumbar, Mursalim, yang membantah adanya pembatasan tamu. Namun, bagi Basril Basyar dan mereka yang merasakan langsung penghadangan di gerbang rumah dinas, sanggahan tersebut terasa sulit diterima dan justru semakin mengaburkan esensi permasalahan yang sebenarnya: hilangnya esensi keterbukaan dan kemitraan yang seharusnya dijunjung tinggi.


Karena itu, Basril Basyar tak hanya berhenti pada kecaman yang terasa pedih. Ia menaruh harapan besar agar insiden yang melukai hati ini tidak dianggap sebagai angin lalu dan segera mendapatkan perhatian yang serius. "Saya sangat berharap agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penghalangan jurnalis dan masyarakat di acara open house Gubernur dapat ditindaklanjuti secara maksimal," ujarnya dengan nada penuh harap.


Lebih dari sekadar mencari siapa yang bersalah, kejadian ini adalah seruan mendalam agar kehormatan profesi jurnalis dijaga dengan baik dan fungsi media sebagai mitra strategis pemerintah benar-benar dihayati dan diamalkan dalam tindakan nyata, bukan hanya sekadar retorika belaka. "Peristiwa penghalangan seperti ini tidak boleh terulang kembali, baik terhadap jurnalis maupun oleh siapa pun, karena ini adalah hak masyarakat untuk bersilaturahmi dengan pemimpinnya," pungkas Basril Basyar, menyampaikan sebuah harapan tulus agar pintu silaturahmi, terutama di hari suci Lebaran, tidak lagi tertutup oleh kebijakan yang melukai hati dan rasa keadilan. **



PADANG – 9 APRIL 2025 - Idul Fitri 1446 H, yang seharusnya menjadi lembaran baru penuh ampunan dan kehangatan silaturahmi, diwarnai sebuah kisah yang menyayat hati di Kota Padang. Di hari yang fitri, ketika pintu-pintu rumah lazimnya terbuka lebar menyambut kedatangan sanak saudara dan handai taulan, gerbang Rumah Dinas Gubernur Sumatera Barat justru menjadi saksi kekecewaan mendalam.


Selasa pagi, 1 April 2025, mentari Lebaran yang bersinar cerah seolah meredup di balik tembok kekecewaan para jurnalis dan warga Kota Padang. Niat tulus mereka untuk bertatap muka, bersalaman, dan menjalin keakraban dengan pemimpin mereka, Gubernur H. Mahyeldi Ansharullah, kandas di hadapan barikade petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kisah pilu ini diungkapkan dengan nada getir oleh Fal Sanar, seorang jurnalis yang sehari-hari bertugas di ibu kota provinsi ini.


Harapan untuk mengabadikan momen kebersamaan dan membangun kedekatan antara pemimpin dan rakyat, sirna begitu saja di depan penghalang yang tak terduga. Alasan "pembatasan tamu atas instruksi atasan" bagai petir di siang bolong, terasa begitu sumbang di telinga mereka yang datang dengan hati bersih dan niat baik. Ironi semakin mencubit kalbu ketika sebagian rekan sejawat jurnalis lainnya, diduga karena memiliki akses khusus, tampak leluasa melenggang masuk, meninggalkan tanya besar tentang keadilan di hari yang suci ini.


"Sungguh menyakitkan," ujar Fal Sanar dengan nada lirih, diamini oleh Dodi Indra, rekan jurnalis lainnya yang turut menyaksikan langsung kejadian tersebut. Dodi bahkan melihat seorang ibu yang menggendong bayi mungil berusia dua minggu, dengan polosnya datang untuk bersilaturahmi, harus menerima penolakan dengan alasan yang sama: pembatasan. Pemandangan ini tentu saja menambah pilu suasana Lebaran yang seharusnya penuh suka cita.


Dengan suara bergetar menahan tangis dan harga diri, ibu itu berseru lirih, "Saya datang ke istana karena tiap tahun biasanya ada open house "rumah terbuka" untuk masyarakat umum. Saya bukan pengemis dan bukan minta-minta, Pak. Saya hanya ingin bertemu dengan Pak Gubernur." Kata-katanya menggantung di udara, saksi atas pintu yang tetap tertutup rapat baginya, ungkap Dodi. 


Di tengah riak kekecewaan yang mulai menyebar di kalangan awak media dan masyarakat, suara lantang namun penuh keprihatinan datang dari tokoh pers senior Sumatera Barat, Dr. Ir. H. Basril Basyar, MM. Sosok yang dikenal dengan dedikasinya terhadap dunia jurnalistik dan merupakan penerima penghargaan Pers Card Number One serta Ketua Dewan Pembina Kolaborasi Jurnalis Indonesia (KJI) ini, tak mampu menyembunyikan kegeramannya atas insiden yang mencoreng citra keterbukaan.


"Sungguh keterlaluan!" tegas Basril Basyar dengan nada suara bergetar menahan kekecewaan. "Memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan pelarangan terhadap jurnalis maupun masyarakat yang hendak berkunjung dan bersilaturahmi dengan Gubernur di hari Fitri ini adalah tindakan yang sangat melukai."


Bagi Basril Basyar, insiden ini bukan sekadar persoalan diperbolehkan atau tidak diperbolehkan masuk ke rumah dinas. Lebih dari itu, kejadian ini adalah cerminan yang menyedihkan tentang bagaimana posisi pers dan masyarakat dipandang oleh seorang pemimpin. "Tindakan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa Gubernur Sumbar tidak menganggap jurnalis sebagai mitra strategis yang memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik," ungkapnya dengan nada prihatin yang mendalam.


Ia sangat menyayangkan momentum Idul Fitri yang seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempererat hubungan yang harmonis antara pemerintah dan pers, justru ternodai oleh kebijakan yang menciptakan sekat dan jarak. "Di hari yang fitri ini, alih-alih mempererat tali silaturahmi yang sudah terjalin, justru tercipta jurang pemisah yang seharusnya tidak perlu ada," imbuhnya dengan nada kecewa.


Lebih jauh, Basril Basyar mengingatkan kembali betapa fundamentalnya peran media dan jurnalis dalam sebuah negara hukum dan demokratis. Mereka adalah pilar penting yang berfungsi sebagai penyambung lidah masyarakat dan pengawas jalannya pemerintahan. Mereka bukanlah tamu tak diundang yang kehadirannya bisa dibatasi sesuka hati, terlebih dalam acara yang bersifat publik seperti open house seorang kepala daerah.


Kontras yang begitu mencolok terlihat pada open house yang diselenggarakan oleh Ketua DPRD Sumbar, H. Muhidi. Di sana, pintu rumah terbuka lebar-lebar, menyambut setiap tamu yang datang dengan senyum hangat dan keramahan yang tulus. Kehangatan dan keterbukaan yang terasa nyata di sana semakin mempertajam luka kekecewaan yang dirasakan oleh para jurnalis dan warga di Rumah Dinas Gubernur.


Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh Kepala Biro Administrasi Pimpinan Pemprov Sumbar, Mursalim, yang membantah adanya pembatasan tamu. Namun, bagi Basril Basyar dan mereka yang merasakan langsung penghadangan di gerbang rumah dinas, sanggahan tersebut terasa sulit diterima dan justru semakin mengaburkan esensi permasalahan yang sebenarnya: hilangnya esensi keterbukaan dan kemitraan yang seharusnya dijunjung tinggi.


Karena itu, Basril Basyar tak hanya berhenti pada kecaman yang terasa pedih. Ia menaruh harapan besar agar insiden yang melukai hati ini tidak dianggap sebagai angin lalu dan segera mendapatkan perhatian yang serius. "Saya sangat berharap agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penghalangan jurnalis dan masyarakat di acara open house Gubernur dapat ditindaklanjuti secara maksimal," ujarnya dengan nada penuh harap.


Lebih dari sekadar mencari siapa yang bersalah, kejadian ini adalah seruan mendalam agar kehormatan profesi jurnalis dijaga dengan baik dan fungsi media sebagai mitra strategis pemerintah benar-benar dihayati dan diamalkan dalam tindakan nyata, bukan hanya sekadar retorika belaka. "Peristiwa penghalangan seperti ini tidak boleh terulang kembali, baik terhadap jurnalis maupun oleh siapa pun, karena ini adalah hak masyarakat untuk bersilaturahmi dengan pemimpinnya," pungkas Basril Basyar, menyampaikan sebuah harapan tulus agar pintu silaturahmi, terutama di hari suci Lebaran, tidak lagi tertutup oleh kebijakan yang melukai hati dan rasa keadilan. **

Kamis, 03 April 2025

Wujud Syukur Kenaikan Pangkat, Pamen Koarmada III Berbagi Paket Sembako untuk Warga Maibo

TNI AL – Koarmada III, Sorong, 3 April 2025 | Sebagai ungkapan rasa syukur atas kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi, para Perwira Menengah (Pamen) Komando Armada III (Koarmada III) menggelar aksi sosial dengan membagikan paket sembako kepada masyarakat di Desa Maibo, Kamis (3/4/2025).

Mewakili Pamen yang naik pangkat , Hadir langsung Staf Ahli (Sahli) E Teklog Pangkoarmada III, Kolonel Laut (KH) Putut Warastroseno, S.Pd., CHRMP., Kepala Dinas Penyelamatan Bawah Air (Kadislambair) Koarmada III, Kolonel Laut (T) Zubaidi Budi Hartanto, S.T., M.Tr.Hanla., serta Kepala Dinas Pembinaan Potensi Maritim (Kadispotmar) Koarmada III, Kolonel Laut (P) Slamet Ariyadi, S.E., M.Tr.Opsla.

Dalam suasana penuh kehangatan, masyarakat yang menerima bantuan terlihat bahagia dan antusias. Ekspresi syukur dan senyum lebar mereka menjadi bukti nyata bahwa aksi ini benar-benar membawa manfaat.

Ketua Adat Desa Maibo, Bapak Imam, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Perwira Koarmada III yang telah meluangkan waktu untuk berbagi dengan masyarakat.

“Kami sangat berterima kasih atas kepedulian TNI AL, khususnya Koarmada III. Bantuan ini sangat berarti bagi warga kami. Semoga kehadiran TNI AL selalu memberikan manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Aksi sosial ini merupakan rangkaian dari laporan resmi kenaikan pangkat para Pamen Koarmada III kepada Panglima Komando Armada III (Pangkoarmada III), Laksamana Muda TNI Hersan, S.H., M.Si., yang telah dilaksanakan pada Selasa (1/4) di Markas Komando (Mako) Armada III.

Melalui kegiatan ini, TNI AL, khususnya Koarmada III, kembali menegaskan komitmennya untuk selalu hadir dan peduli terhadap masyarakat, terutama di wilayah sekitar Koarmada III.

Tak hanya menjaga keamanan perairan, TNI AL juga berperan aktif dalam kegiatan sosial yang berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan semangat kebersamaan, diharapkan aksi ini dapat semakin mempererat hubungan antara TNI AL dan masyarakat sekitar.

(Dispenkoarmada3-01)

Rabu, 02 April 2025

Lantamal IX Ambon Buka Posko Kemanusiaan Untuk Korban Gempa Bumi di Myanmar

TNI AL, Lantamal IX Ambon |  Brigjen TNI (Mar) Suwandi, S.A.P., M.M membuka Posko Kemanusiaan Peduli Bencana Gempa Bumi Myanmar bertempat di Mako Lantamal IX Ambon.Rabu(02/04/2025).

Gempa Bumi bermagnitudo 7,7 skala richter yang terjadi di Myanmar merupakan gempa terkuat yang mengguncang negara tersebut lebih sari satu abad terakhir.

Gempa tersebut menewaskan lebih dari 3000 korban jiwa ,4.521 orang terluka dan 441 orang lainnya masih hilang, jumlah tersebut diprediksi akan terus meningkat.

Menanggapi hal tersebut, TNI Angkatan Laut dalam hal ini Lantamal IX Ambon dengan cepat merespon kejadian tersebut dengan membangun posko kemanusiaan peduli bencana di setiap jajaran. Brigjen Wandi sapaan akrab Komandan Lantamal IX Ambon, menyampaikan, "Kami tidak bisa berpangku tangan sementara saudara kita yang di Myanmar sedang menghadapi bencana, hari Raya Idul Fitri menjadi momentum untuk kita membantu dengan membuka Posko Kemanusiaan bagi saudara kita disana".ujar perwira tinggi korps baret ungu ini.

Untuk itu Brigjen Wandi mengajak masyarakat Maluku khususnya warga Kota Ambon dan sekitarnya untuk berbagi dalam bentuk apapun, baik pakaian bekas layak pakai, selimut, obat-obatan, uang dan lain-lain. 

Hal ini bertujuan untuk membantu korban bencana gempa di Myanmar dalam mendapatkan bantuan baik sandang maupun pangan, posko tersebut juga menerima bantuan dari masyarakat luar Maluku atau luar Kota Ambon serta akan disalurkan langsung ke Masyarakat Myanmar tentunya dengan memanfaatkan Kapal Perang Republik Indonesia untuk misi kemanusiaan.(Dispen Lantamal IX)

KRI Matabongsang-873 Selamatkan Kapal MV Serenity-09 yang Mengalami Kerusakan Mesin di Samudera Pasifik

TNI AL – Koarmada III | Gugus Keamanan Laut (Guskamla) Komando Armada III (Koarmada III) melalui KRI Matabongsang-873 kembali menunjukkan kesigapannya dalam menjaga keamanan dan keselamatan di perairan Indonesia. Salah satu kapal perang andalan Koarmada III ini berhasil menyelamatkan MV Serenity-09, sebuah kapal kargo yang mengalami kerusakan mesin di tengah Samudera Pasifik. Selasa (1/3/25).

KRI Matabongsang-873 dengan Komandan KRI Mayor Laut (P) Mahmud Ridho Ardi, saat ini tengah melaksanakan Operasi Perisai Sura-25 Periode 2, menerima kontak radar sekitar pukul 19.00 WIT pada posisi 00° 30’ 18” S - 131° 53’ 48” T. Kapal tersebut kemudian mengidentifikasi MV Serenity-09 yang dalam kondisi mengapung di posisi 00° 27’ 06” S - 131° 56’ 44” T. Setelah melakukan komunikasi melalui radio, diketahui bahwa kapal kargo yang berlayar dari Manokwari menuju Namlea ini mengalami kerusakan mesin pada klep pendingin air tawar.

Menindaklanjuti laporan tersebut, KRI Matabongsang-873 segera merapat ke lambung kanan MV Serenity-09. Tim teknis yang terdiri dari prajurit KRI Matabongsang-873 segera bergerak menuju ruang mesin kapal untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Setelah pengecekan, ditemukan bahwa kapal mengalami kerusakan pada klep seal/oring, yang dalam kondisi putus.

Dengan sigap, tim dari KRI Matabongsang-873 bersama awak kapal MV Serenity-09 melakukan perbaikan dengan mengganti seal/oring serta memasang kembali klep pendingin air tawar. Berkat upaya ini, mesin kapal berhasil diperbaiki dan MV Serenity-09 dapat kembali melanjutkan pelayarannya menuju Namlea dengan aman. Sementara itu, KRI Matabongsang-873 kembali melanjutkan tugasnya dalam operasi pengamanan perairan.

Komadan Guskamla Koarmada III Laksma TNI Tomi Erizal, S.E., M.M.,menyampaikan sesuai arahan Panglima Komando Armada III, Laksda TNI Hersan, S.H., M.Si., bahwa seluruh unsur operasi di jajaran Koarmada III harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan, terutama dalam menghadapi masa libur panjang Idul Fitri 1446 H.

“Keberhasilan penyelamatan ini membuktikan bahwa TNI AL selalu siap dan sigap dalam membantu kapal-kapal yang mengalami kendala di perairan, serta terus berkomitmen menjaga kelancaran jalur perdagangan laut Indonesia,” ujar Laksma Tomi Erizal

(Dispenkoarmada3-01)

Selasa, 01 April 2025

Koarmada III Gelar Sholat Idul Fitri 1446 H, Pangkoarmada III Ajak Prajurit Perkuat Iman dan Kepedulian Sosial

TNI AL- KOARMADA III, Katapop, 31 Maret 2025 | Dalam suasana penuh khidmat dan kebersamaan, Komando Armada III (Koarmada III) menggelar Sholat Idul Fitri 1446 H/2025 M berjamaah di Masjid Baiturahman, Katapop, pada Senin (31/3/2025). Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Panglima Komando Armada III (Pangkoarmada III) Laksamana Muda TNI Hersan, S.H., M.Si., beserta seluruh prajurit dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Koarmada III dan Pasmar 3 di Katapop.

Sholat Id dipimpin oleh Ustadz Dr. Rusyaid, M.Pd.I., yang juga menyampaikan ceramah setelah pelaksanaan sholat. Dalam ceramahnya, Ustadz Rusyaid menjelaskan bahwa Idul Fitri atau lebaran memiliki makna mendalam bagi umat Islam. Kata “lebaran” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “selesai,” menandakan berakhirnya ibadah puasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadan.

Lebih lanjut, Ustadz Rusyaid menekankan pentingnya momen Idul Fitri sebagai ajang introspeksi diri untuk meningkatkan iman dan akhlak. Ia mengutip sebuah hadis: “Akmalul Mukminina Imanan, Aksaluhu Khuluqo”, yang berarti “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” Menurutnya, kemenangan sejati di Hari Raya ini bukan sekadar menahan hawa nafsu, tetapi juga meningkatkan ketaatan kepada Allah serta kedisiplinan dalam menjalankan aturan, baik sebagai umat Muslim maupun sebagai warga negara yang taat kepada pemerintah.

Setelah sholat Id, Pangkoarmada III Laksamana Muda TNI Hersan, S.H., M.Si., memimpin acara Halal Bihalal dengan menyalami seluruh prajurit dan ASN yang hadir. Kegiatan ini dilanjutkan dengan makan bersama, menikmati hidangan khas lebaran yang telah disiapkan oleh panitia.

Dalam sambutannya, Pangkoarmada III menegaskan bahwa Idul Fitri bukan sekadar perayaan, tetapi juga kesempatan untuk memperkuat keimanan dan kepedulian sosial.

“Rangkaian kegiatan ini juga diisi dengan Pembinaan Mental Kerohanian dengan tema ‘Semangat Idul Fitri Kita Kuatkan Aqidah, Mantapkan Ibadah, Perbanyak Sedekah.’ Diharapkan seluruh prajurit Koarmada III dapat meningkatkan kondisi mental dan spiritual dalam mendukung tugas pokok sebagai prajurit Jalasena,” ungkapnya.

Turut hadir dalam kegiatan ini Kas Koarmada III Laksamana Pertama TNI Singgih Sugiarto, S.T., M.Si., beserta istri, Kapok Sahli Koarmada III Laksamana Pertama TNI Heriyanto beserta istri, para Asisten Pangkoarmada III, Kepala Satuan Kerja Koarmada III, Komandan Satuan Koarmada III, Komandan KRI Armada III, serta Ibu-ibu Jalasenastri.

Dengan semangat Idul Fitri, Pangkoarmada III berharap seluruh prajurit dan ASN di lingkungan Koarmada III dapat terus mengembangkan sikap disiplin, profesionalisme, dan kepedulian terhadap sesama dalam menjalankan tugas pengabdian kepada bangsa dan negara.

(Dispenkoarmada3-01)

Ad Placement

Intermezzo

Travel

Teknologi